Pandangan Uzuan F Marpaung Tentang Putusan PN Jakarta Soal Kasus Harvey Moeis
Trans7News, JAKARTA – Putusan PN Jakarta Pusat No. 70/Pid.Sus-TPK/2024/PN Jkt.Pus dengan terdakwa Harvey Moeis yang dijatuhi hukuman penjara 6 tahun 6 bulan dan denda 1 miliar rupiah, Dipandang Ketua Umum BP3KRI, Uzuan F Marpaung yang juga sebagai seorang Advokat kurang memadai mengingat besarnya kerugian negara yang mencapai Rp. 300 triliun. Dari perspektif proporsionalitas hukuman, efek jera, dan rasa keadilan masyarakat, hukuman yang dijatuhkan bisa dianggap terlalu ringan. Idealnya, hukuman yang diberikan harus mencerminkan tingkat keparahan tindak pidana yang dilakukan, terutama dalam kasus-kasus korupsi dengan dampak besar terhadap keuangan negara. Selain itu, menurut Uzuan, Senin (27/1/25) “Penting untuk memastikan bahwa pemulihan kerugian negara juga menjadi bagian integral dari proses penegakan hukum dalam kasus korupsi semacam ini.”
“Salah satu prinsip dasar dalam sistem peradilan pidana adalah proporsionalitas, yaitu hukum harus memberikan sanksi yang sesuai dengan beratnya perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa. Dalam hal ini, jumlah kerugian negara yang disebutkan, yakni Rp. 300 triliun, merupakan angka yang sangat besar dan memiliki dampak yang luar biasa terhadap keuangan negara dan kepentingan publik” ujar Uzuan, Senin 927/1/25) di kawasan SCBD Jakarta. Mengingat kerugian negara yang demikian besar, banyak orang akan merasa bahwa hukuman 6 tahun 6 bulan penjara dan denda 1 miliar rupiah tampak tidak sebanding dengan tingkat keparahan perbuatan korupsi yang terjadi.
“Meskipun hukum harus tetap menghormati asas keadilan dan proporsionalitas, hukuman yang dijatuhkan dalam kasus ini mungkin dianggap terlalu ringan dibandingkan dengan besarnya kerugian yang ditimbulkan. Kasus korupsi dengan kerugian negara yang mencapai angka fantastis seperti ini seharusnya mendapat hukuman yang lebih berat, baik dalam bentuk pidana penjara maupun denda.” jelasnya lagi.
Kasus korupsi yang melibatkan kerugian negara dalam jumlah yang sangat besar seharusnya menimbulkan efek jera tidak hanya bagi terdakwa, tetapi juga bagi masyarakat dan pejabat publik lainnya. Efek jera yang dimaksud adalah agar orang-orang yang memiliki posisi kekuasaan atau akses terhadap keuangan negara merasa takut dan segan untuk melakukan tindakan serupa di masa depan. Dalam hal ini, hukuman yang dijatuhkan dengan durasi yang relatif singkat, yaitu 6 tahun 6 bulan, bisa dianggap tidak cukup untuk memberikan efek jera yang kuat, mengingat tingkat kerusakan yang ditimbulkan oleh tindakan korupsi ini sangat besar.
Agar dapat memberikan efek jera yang lebih maksimal, mungkin perlu adanya hukuman yang lebih berat, terutama dalam hal pidana penjara dan denda, yang bisa memberikan gambaran bahwa korupsi dalam skala besar akan dihukum dengan sangat serius. Hal ini juga penting untuk menunjukkan komitmen sistem peradilan dalam memberantas korupsi, yang menjadi masalah besar di Indonesia.
Keputusan ini juga akan sangat bergantung pada persepsi masyarakat terhadap sistem peradilan di Indonesia. Dengan jumlah kerugian negara yang mencapai Rp. 300 triliun, masyarakat mungkin akan merasa bahwa hukuman yang diberikan tidak mencerminkan keadilan yang seharusnya. Banyak orang akan menilai bahwa terdakwa, yang diduga terlibat dalam praktik korupsi yang menyebabkan kerugian negara sebesar itu, seharusnya mendapat hukuman yang jauh lebih berat untuk memberikan rasa keadilan bagi rakyat yang dirugikan.
Dalam konteks ini, keputusan yang dianggap terlalu ringan dapat merusak kepercayaan publik terhadap efektivitas sistem hukum dalam menanggulangi korupsi. Agar sistem hukum dapat memperlihatkan integritas dan komitmennya dalam memberantas tindak pidana korupsi, hukuman yang lebih berat dan lebih mencerminkan besarnya kerugian yang timbul sangatlah penting.
“Dalam menanggapi kasus korupsi besar seperti ini, penting untuk mengedepankan penegakan hukum yang adil, yang melibatkan pemeriksaan yang teliti terhadap seluruh pihak yang terlibat. Seringkali, dalam kasus-kasus besar, ada kemungkinan adanya pihak-pihak lain yang turut bertanggung jawab, baik dalam hal perencanaan, pelaksanaan, maupun dalam menerima manfaat dari tindakan korupsi tersebut.” jelas Uzuan lebih lankut Oleh karena itu, selain memeriksa dan menghukum terdakwa utama (dalam hal ini Harvey Moeis), penting juga untuk memastikan bahwa seluruh jaringan yang terkait dengan korupsi tersebut dapat diproses secara hukum.
“Kasus korupsi besar seperti ini tidak hanya harus dijatuhkan hukuman kepada individu terdakwa saja, tetapi juga perlu dilakukan upaya untuk mengungkap jaringan korupsi yang lebih luas dan memberantasnya secara menyeluruh. Hal ini akan memperlihatkan bahwa sistem hukum benar-benar serius dalam menanggulangi korupsi.” lanjutnya lagi.
Selain hukuman pidana, hal yang tidak kalah penting dalam kasus korupsi adalah upaya untuk mengembalikan kerugian negara. Mengingat besarnya kerugian yang ditimbulkan, penting untuk memastikan bahwa proses hukum juga melibatkan upaya pemulihan aset dan pengembalian uang yang hilang akibat tindakan korupsi tersebut. Sanksi pidana penjara dan denda yang dijatuhkan harus disertai dengan upaya untuk memulihkan kerugian negara, baik melalui proses penyitaan, pengembalian aset, maupun ganti rugi.
“Jika hanya ada hukuman penjara dan denda dalam jumlah yang sangat kecil dibandingkan dengan kerugian yang ditimbulkan, maka proses pemulihan kerugian negara menjadi sangat terbatas. Oleh karena itu, penting untuk memastikan bahwa selain memberikan hukuman penjara, ada langkah-langkah nyata untuk mengembalikan kerugian yang terjadi akibat tindakan korupsi.” tutup Uzuan sambil masuk kedalam mobilnya.